Di balik tumpukan kardus bekas di sudut jalan yang sepi, terdengar suara lirih yang hampir tak terdengar — suara tangisan seekor anak kucing. Ia masih sangat kecil, matanya belum terbuka sempurna, tubuhnya gemetar kedinginan tanpa pelukan hangat dari induknya. Bayi malang itu baru saja dibuang oleh seseorang yang tak berperasaan.
Tubuhnya lemah, kotor, dan dipenuhi semut serta lalat yang mengerumuni luka kecil di kakinya. Ia tampak kelaparan, mengeong pelan seolah meminta pertolongan. Tak ada selimut, tak ada susu hangat, hanya tanah keras dan udara malam yang menusuk tulangnya.
Beruntung, seorang perempuan yang sedang melintas mendengar suara tangisannya. Ia mendekat dan langsung terkejut melihat kondisi bayi kucing tersebut. Dengan hati-hati, ia mengangkat tubuh mungil itu dan membungkusnya dengan selendang. Sesampainya di rumah, ia membersihkan tubuh sang bayi dengan air hangat, memberi susu melalui pipet, dan meletakkannya di dalam kotak hangat beralas kain lembut.
Hari demi hari berlalu, dan bayi kucing itu mulai menunjukkan tanda-tanda kekuatan. Matanya mulai terbuka, suaranya lebih keras, dan ekornya mulai bergerak lincah. Ia diberi nama “Milo”, sebagai simbol harapan baru. Meski awal hidupnya sangat menyedihkan, Milo kini punya keluarga yang mencintainya.
Cerita Milo mengingatkan kita bahwa membuang hewan bukanlah solusi. Mereka adalah makhluk hidup yang juga punya rasa sakit dan takut. Jika tidak bisa merawat, lebih baik mencari orang yang bisa menerima mereka dengan kasih.
Bayi malang itu mungkin sudah ditinggalkan oleh orang yang tak bertanggung jawab, tapi ia beruntung dipertemukan dengan seseorang yang penuh cinta. Milo kini tumbuh sehat, penuh semangat, dan menjadi pengingat bahwa setiap makhluk, sekecil apa pun, pantas mendapatkan kesempatan untuk hidup dengan layak.
